Namanya Delisa,
seorang gadis cantik kecil yang tinggal di Lhok Nga bersama kakaknya,
Fatimah yaitu kakak sulungnya, Cut Aisyah dan Cut Zahra si kembar yang memilika
sifat yang sangat berbeda, dan tentu saja dengan Ummi. Abi Delisa bekerja jadi pelaut
di salah satu kapal tanker perusahaan minyak asing – perusahaan di Arun.
Kehidupan Delisa sangatlah menyenangkan, dia mengaji di
rumah Ustad Rahman dan sehabis pulang mengaji, dia pasti selalu bermain bola bersama temannya, Tiur. Ya, Delisa memang tidak seperti anak-anak perempuan
biasa yang suka bermain boneka atau pun permainan anak perempuan lainnya.
Seperti ‘ritual’ di keluarga ini, Ummi berjanji akan
memberikan Delisa kalung bernama inisialnya jika Delisa sudah hafal hafalan
surat, itulah mengapa Delisa sangat sangat bekerja keras untuk menghafal
hafalan tersebut. “D untuk Delisa!” Begitulah ucapannya tiap hari. Koh Acan,
nama penjual kalung yang Delisa sangat inginkan itu.
Hidup Delisa yang semula
terasa indah, seketika berbalik 180 derajat pada 26 Desember 2004. Saat itu
Delisa dengan diantar oleh Ummi tengah bersiap untuk menjalankan ujian
praktik salat. Tiba-tiba terjadi musibah gempa yang tak lama berselang disusul
datangnya tsunami. Tak pelak, tsunami menghantam sekaligus menggulung Desa
Lhok-Nga, termasuk tubuh kecil Delisa.
Tapi Tuhan berkata lain,
tubuh kecil Delisa yang sudah pingsan berhari – hari itu ditemukan oleh
Prajurit Smith, walaupun kaki kanan Delisa harus diamputasi. Ya, keadaan Delisa
sekarang memang mengundang iba banyak orang termasuk Prajurit Smith, yang
sempat mempunyai niat untuk mengadopsi
Delisa. Namun akhirnya Prajurit mengurungkan niatnya karena Delisa
sekarang sudah bertemu dengan Abi-nya, Abi Usman. Senang, sedih, dan pilu,
itulah yang Delisa rasakan. Senang karena bisa bertemu Abi. Sedih karena Cut
Aisyah, Cut Zahra, dan Fatimah yang sudah berbeda dunia dengan Delisa kini, dan
Ummi yang tidak tau dimana keberadaannya sekarang, lebih seperti.. Menghilang.
Dan pilu karena ini adalah pengalaman yang baru Delisa rasakan pertama kali,
pengalaman yang sangat-sangat mengundang iba.
Delisa bangkit, berusaha
melupakan semua yang terjadi pada dirinya. Walau pun tidak semuanya, tetapi
Delisa berusaha. Sampai pada akhirnya dia dipertemukan oleh Ummi yang diam tak
berdaya sambil memegang kalung indah yang terukir huruf “D” di depannya.
“D untuk Delisa!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar